POTENSI PARIWISATA KOTA BUKITTINGGI
Dosen Pembimbing
Aldri Frinaldi, S.H., M. Hum.
NID : 19700212 199802 1 001
Peta Wilayah Kota Bukittinggi
Kota bukittinggi saat
ini mempunyai luas + 25.239 km 2 terletak
ditengah-tengahPropinsi Sumatera Barat dengan ketinggian antara 909 M – 941 M
diatas permukaan laut. Suhu udara berkisar 17, 1o
C sampai 24,9o C, merupakan iklim udara yang sejuk. Posisinya
yang strategis merupakan segitiga perlintasan menuju ke utara , timur dan
selatan Sumatera.
Topografi kota yang
berbukit dan berlembah dengan panorama alam yang elek serta dikelilingi oleh
tiga gunung, Merapi, Singgalang dan Sago seakan menjadi tonggak penyangga untuk
memperkokoh Bukittinggi. Inilah yang menyebabkan Bukittinggi disebut juga
sebagai “ Kota Tri Arga”.
Disamping itu,
Bukittinggi Bidang Kepariwisataan ditetapkan sebagai potensi
unggulan daerah Kota Bukittinggi adalah berangkat
dari kondisi alam dan geografis Kota Bukittinggi itu
sendiri juga dilengkapi dengan peninggalan sejarah yang dapat diketgorikan
sebagai keajaiban seperti, Lobang Jepang, benteng Fort De Kock, jam Gadang dll.
Hal ini membuktikan Bukittinggi sebagai kota tua yang sarat dengan
sejarah, salah satunya yang selalu melekat dengan sejarah bangsa yaitu :
Bukittinggi menjadi Ibu Kota Republik pada masa PDRI Desember 1949 – Juli 1950.
Karunia alam yang
ditopang dengan karunia sejarah ini, menyebabkan Bukittinggi menjadi tujuan
wisata yang menarik untuk dinikmati. Sinergi dengan potensi unggulan derah
lainnya. Bukittinggi juga dikembangkan menjadi wisata Perdagangan dan jasa ,
wisata kesehatan, wisata konfrensi dan peristirahatan serta jasa lain-lain. Ini
dapat dibuktikan dengan kontribusi sector pariwisata untuk menompang PAD
Bukittinggi yaitu : antara 30-40 %.
Untuk mendukung sektor
pariwisata ini disamping objek alam yang ada dalam kotaBukittinggi, juga
menyediakan paket-paket wisata daerah-derah sekitarnya. Dalam hal ini
Bukittinggi akan berperan sebagai “ Home Base “ kunjungan wisata daerah-daerah
lain. Saat ini Bukittinggi terdapat sebanyak 43 buah hotel baik berbintang
maupun melati ditambah 11 mes/wisma/pondok wisata. Tidak salah kiranya
Bukittinggi ditetapkan sebagai kota Wisata dan sekaligus Kota Tujuan Wisata
Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 11 Maret 1984 Bukittinggi
dicanangkan sebagai Kota Wisata dan Daerah Tujuan Wisata Utama di Sumatera
Barat. Dan pada bulan Oktober 1987 ditetapkan sebagai daerah Pengembangan
Pariwisata Propinsi sumatera Barat dengan Perda Nomor : 25 tahun 1987.
Untuk menunjang
kepariwisataan, di kota ini sudah tersedia sarana Akomudasi yang memadai,
seperti Hotel Berbintang dengan kapasitas 660 kamar dan 1.083 tempat tidur
serta Non Berbintang dengan kapasitas 630 kamar dan 1.261 tempat tidur,
puluhan Rumah Makan dan Restoran, be berapa travel Biro, serta serta dilengkapi
dengan pasar wisata dan souvenir shop. Pemerintah Kota Bukittinggi senangtiasa
megutamakan citra sapta pesona (Aman, Tertip, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah Tamah
dan Kenangan), yang sejak tahun 2000 dirajut dalam ivent Pesta Seni Budaya
Pameran Dagang dan Idustri (PEDATI) Bukittinggi.
Potensi Pariwisata Kota Bukittinggi
antara lain sebagai berikut:
1. Jam Gadang
Didirikan
oleh Controleur Rook Maker pada tahun 1926 yang berlokasi di pusat kota,
bangunan ini dirancang oleh Putra Minangkabau Jazid dan Sutan Gigih Ameh. Jam
Gadang ini merupakan lambang Kota Wisata Bukittinggi yang dikelilingi oleh
taman bunga dan pohon-pohon pelindung, yang dapat memberikan kesejukan dan
berfungsi sebagai alun-alun kota. Dari puncaknya kita dapat rnenikmati dan
menyaksikan betapa indahnya alam sekitar Bukittinggi vang dihiasi Gunung,
Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Sago dan Ngarai Sianok.
Salah
satu keunikan Jam Gadang adalah angka empat yang ditulis dengan empat buah
angka satu Romawi yang seharusnya ditulis dengan angka empat Romawi. Disekitar Jam Gadang ini juga telah
dibangun taman yang menambah semarak dan indahnya lokasi tersebut dengan
berbagai bunga dan pepohonan serta fasilitas tempat duduk dan digunakan untuk
menikmati pemandangan kota yang sangat menawan, sambil menikmati makanan
spesifik.
2. Benteng Fort de Kock
Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara
Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak
meletusnya Perang
Paderi pada
tahun 1821-1837 .Semasa pemerintahan Belanda, Bukittinggi dijadikan sebagai
salah satu pusat pemerintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk
Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah
Kolonial Belandatelah
mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga
kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock.
Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan tempat
pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai
tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.
Fort de Kock juga dibangun sebagai lambang
bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki daerah
di Sumatera
Barat. Benteng tersebut
merupakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap wilayah Bukittinggi, Agam, dan Pasaman. Belanda memang cerdik untuk menduduki Sumatera Barat,
mereka memanfaatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara
kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok
adat, guna menekan kelompok agama selama Perang Paderi yang berlangsung 1821hingga
tahun 1837.
Belanda yang membantu kaum adat melahirkan
sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer
yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi
nama Fort de Kock.
Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah
Kolonial Belanda pun melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi
seperti Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan
Bukit Malambung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah
dinas pemerintah, kompleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga
tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang
berarti Terjual negeri pada Belanda. Di masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen wilayah dari lima
desa yang dijadikan pusat perdagangan.
Sejak direnovasi pada tahun 2002 lalu oleh
pemerintah daerah, Fort de Kock, kawasan benteng Fort de Kock kini berubah
menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis
(Tropical Bird Park). Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai
bangunan bercat putih-hijau setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar
oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan
mainan anak-anak.
Benteng ini berada di lokasi yang sama
dengan Kebun
Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah
kiri pintu masuk sedangkan kawasan Taman Marga Satwa Kinantan berada di bukit
sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya
dalam kota
Bukittinggi.
Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.
3. Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan
Taman
Marga Satwa dan Budaya Kinantan atau lebih dikenal dengan sebutan Kebun
Binatang. Obyek wisata ini dibangun tahun 1900 oleh seorang berkebangsaan
Belanda yang bernama Controleur Strom Van Govent yang berkebangsaan Belanda.
Kemudian pada tahun 1929 dijadikan kebun binatang oleh Dr. J. Hock dan
merupakan satu-satunya kebun binatang yang ada di Sumatera Barat, dan merupakan
kebun binatang tertua di Indonesia. Di tengah lokasi wisata ini terdapat Museum
Kebudayaan berbentuk rumah adat Minangkabau, Museum Zoologi dan tempat bermain anak-anak.
4. Jembatan
Limpapeh
Sebagai
penghubung antara Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan dengan Benteng Fort De
Kock maka terdapat sebuah Jembatan yang bernama Jembatan Limpapeh yang dibangun
dengan konstruksi beton dengan arsitektur atap yang berbentuk gonjong khas
rumah adat MinangKabau. Jembatan ini berdiri di atas Jalan A. Yani dan dari
sini kita dapat menyaksikan keindahan alam Bukittinggi dan keramaian Jalan A.
Yani.
5. Janjang
Ampek Puluah.
Jenjang
ini dibangun pada tahun 1908 yang pada awalnya merupakan sebagai penghubung
antara Pasar Atas dengan Pasar Bawah. Sebagai salah satu objek wisata di Kota
Bukittinggi, jenjang ini telah memberikan inspirasi kepada pencipta lagu Minang
Syahrul Tarun Yusuf dengan judul lagu "Andam oi Andam”.
6. Ngarai Sianok
Ngarai
Sianok atau Lembah Pendiang merupakan suatu lembah yang indah, hijau dan subur.
Didasarnya mengalir sebuah anak sungai yang berliku-liku menelusuri celah-celah
tebing dengan latar belakang Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Keindahan
alam Ngarai Sianok mempesona, sering dijadikan bahan imajinasi para pelukis dan
diabadikan oleh para wisatawan untuk diambil foto-fotonya. Ngarai Sianok terletak
di pusat Kota Bukittinggi dengan panjang ± 15 km, kedalaman ± 100 m dan lebar
sekitar 200 m. Pada zaman penjajahan Belanda Ngarai Sianok dikenal sebagai
Kerbau Sanget karena didasar ngarai terdapat banyak kerbau liar.
7. Panorama
Berlokasi
di Jalan Panorama yang berjarak 1 Km dari pusat Kota Bukittinggi. Dari dalam
taman ini kita menikmati pemandangan yang indah dan mempesona terutama kearah
lembah Ngarai Sianok dengan latar belakang Gunung Singgalang. Di lokasi ini
terdapat kios-kios souvenir khas Minangkabau, warung makanan dan minuman,
tempat duduk permanen, parkir dan fasilitas lainnya.
9. Istana Bung Hatta
Terkenal
dengan sebutan Gedung Negara Tri Arga, terletak di pusat Kota Bukittinggi
tepatnya di depan taman Jam Gadang. Pada zaman penjajahan Jepang gedung ini
dijadikan tempat kediaman Panglima Pertahanan Jepang (Seiko Seikikan Kakka) dan
pada zaman revolusi fisik tahun 1946 menjadi Istana Wakil Presiden RI Pertama
Drs. Mohammad Hatta. Sekarang gedung ini digunakan sebagai tempat seminar,
lokakarya dan pertemuan tingkat nasional dan regional yang representatif serta
sebagai rumah tamu negara bila berkunjung ke Bukittinggi. Arsitektur bangunan
ini berciri kolonial, dengan kamar-kamar yang luas berjumlah 8 buah tetapi
sekarang ditambah 12 buah.
10. Lobang Jepang
Sekelompok bangunan tua bawah tanah
yang dibangun oleh Jepang pada masa Perang Dunia II. Lubang
ini sebenarnya lebih tepat disebut terowongan (bunker) Jepang. Dibangun tahun
1942 untuk kepentingan pertahanan tentara Jepang dalam PD II dan perang Asia
Timur Raya (Dai Tora Senso) atas perintah pemerintah militer Angkatan i dengan
Komandan Tentara Pertahanan Sumatera Jend. Watanabe.
Terakhir
komandemen militer se Sumatera dipimpin oleh Seiko Seikikan Kakka yaitu Jend.
Kabayashi, Walikota terakhir Sito Ichori. Bukittinggi dengan nama Shi Yaku Sho
meliputi Kurai Limo Jorong dan juga mencakup Ngarai Sianok, Gaduik, Kapau,
Ampang Gadang, Batutaba dan Bukit Batabuah. Lubang Jepang memiliki panjang sekitar 1400 m dan lebar ± 2
m. Kita dapat masuk ke Lubang Jepang ini dan dengan menelusurinya kita akan
merasakan sensasi yang sangat unik. Didalamnya terdapat ruang makan, ruang
minum, ruang penyiksaan, dapur dan ruang persenjataan. Pintu masuk Lubang
Jepang ini terdapat dibeberapa tempat seperti di tepi Ngarai Sianok,
Taman Panorama, dan disamping Istana Bung Hatta atau Tri Arga.
11. Rumah Kelahiran Bung Hatta
Salah
satu objek wisata budaya adalah Rumah Kelahiran Bung Hatta, rumah ini adalah
tempat lahirnya Muhammad Hatta atau yang lebih akrab dipanggil Bung Hatta yang
merupakan seorang tokoh nasional dan internasional, seorang pejuang dan
proklamator kemerdekaan Indonesia. Rumah ini berlokasi di Jalan Soekarno Hatta merupakan salah satu alternatif obyek
wisata bila berkunjung ke Bukittinggi. Dan didalamnya juga terdapat foto-foto
kenangan Bung Hatta dan keluarga.
12. Museum
Tri Daya Eka Dharma
Terletak
di Jalan Panorama tepatnya di depan Taman Panorama. Pada museum ini kita dapat
menyaksikan peninggalan sejarah seperti senjata, pesawat, foto – foto
perjuangan sewaktu melawan penjajahan Belanda dan Jepang, maket pertempuran dan
alat komunikasi yang sangat berjasa pada waktu Bukittinggi sebagai Pusat
Pemerintahan Darurat RI (PDRI).
13. Pustaka
Bung Hatta
Pemerintah
Kota Bukittinggi juga sudah membangun sebuah perpustakaan yang lengkap yang
berlokasi di Bukit Gulai Bancah tepatnya di bagian barat Kantor Balai Kota.
Pustaka yang bertaraf nasional ini diberi nama Pustaka Bung Hatta dan
dilengkapi dengan sarana audio visual, ruang konfrensi, auditorium serta
mushalla. Meeting Room yang ada di lantai 3 juga disewakan untuk berbagai
kegiatan seperti pesta perkawinan dll. Dibangun diatas tanah seluas 5609 m²
pustaka ini merupakan saudara kembar dengan pustaka nasional yang ada di
Blitar.
14. Taman
Monumen Bung Hatta
Taman
ini terletak di tengah Kota Bukittinggi disamping istana Bung Hatta, dibangun
dalam rangka memperingati satu abad kelahiran Proklamator Bung Hatta 12 Agustus
2002 dan digagas oleh H. Aminuzal Amin Dt. Radjo Batuah, Drs. H. Yanuar Sjaff
Maarifat, Drs. H. Djufri, Drs. H. Dermawan Sjahrial, H. Abdul Hadi, Dr. Hj.
Jemfy Naswil, In H. Firman Rasyid dan segenap Alumni SMA Bukittinggi 1958 s/ d
2000.
15. The
Great Wall
Baru-baru
ini, pemerintah Kabupaten Agam bersama Menteri Komunikasi dan Informatika juga
membuka sebuah objek wisata yang mengadopsi dari salah satu Tujuh Keajaiban
Dunia “Tembok Besar Cina” yaitu The Great Wall of Koto Gadang. Objek wisata ini
semakin menambah objek wisata janjang atau dalam bahasa Indonesia yang berarti
tangga di Sumatera Barat. Sebelumnya telah ada objek wisata Janjang Ampek
Puluah yang menguhubungkan Pasar Atas dengan Pasar Bawah dan Janjang Saribu
yang terletak di daerah Ngarai Sianok.
Setelah
bertahun-tahun kehilangan pamor akibat tak terurus, kali ini Janjang Saribu
(Tangga Seribu) tampil dengan wajah baru ala Tembok China. Dinding pagar beton
dibentuk mirip Tembok China. Hanya saja, Janjang Saribu ini lebih curam, lebih
pendek dan tak selebar Tembok China.
Satu-satunya
Janjang Saribu yang sudah dipermak ini berada di kawasan Koto Gadang, Kabupaten
Agam, yang terhubung dengan kawasan bawah Ngarai Sianok, Kota Bukittinggi.
Janjang yang diprakarsai dan didanai oleh Tifatul Sembiring ini diresmikan
tanggal 26 Januari 2013 oleh Tifatul Sembiring sendiri saat menjabat sebagai
Menkominfo.
Saat
ini, sejumlah pekerja masih melakukan proses finishing tahap pertama. Janjang
Saribu gaya baru ini memiliki lebar 2 meter. Pada sisi kiri dan kanan Janjang
Saribu sepanjang 780 meter ini dibangun pagar beton setinggi 1 meter. Meski
proses pengerjaan belum tuntas 100 persen, namun sejumlah warga telah
menggunakan Janjang Saribu itu untuk aktivitas olahraga, rekreasi dan aktivitas
lainnya.
Bagi
orang yang terlatih mendaki, dibutuhkan waktu sekitar 15 hingga 20 menit
untuk sampai ke puncak. Namun bagi yang belum terlatih dan bagi orang yang
jarang berolahraga, untuk sampai ke puncak membutuhkan waktu 30 menit hingga
lebih.
Meski
saat ini dinamakan Janjang Saribu, namun jumlah anak tangga di Janjang Saribu
ini tidaklah berjumlah seribu, tapi hanya ratusan. Pemberian nama Janjang
Saribu di Koto Gadang hanya karena banyaknya anak tangga yang hampir mencapai
seribu.
Pembangunan
Janjang Saribu ala Tembok China merupakan ide Menkominfo Tifatul Sembiring,
yang juga merupakan putra asli Kota Bukittinggi. Pembangunan ini tidak menggunakan
dana APBD maupun APBN, tapi murni bantuan dari Tifatul Sembiring dan sejumlah
pengusaha di Jakarta yang telah bekerja keras mengumpulkan dana.
Ide
yang dilontarkan Tifatul Sembiring datang secara tak terduga. Saat Tifatul
bertemu Walikota Bukittinggi Ismet Amzis di Kota Bukittinggi, Tifatul diajak
olahraga pagi melintasi Ngarai Sianok. Melihat keindahan Ngarai Sianok itu,
secara spontan Tifatul menawarkan pembangunan dan renovasi Ngarai Sianok,
yang akan dibentuk seperti Tembok China.
Janji
Tifatul yang akan membangun dan merenovasi kawasan Ngarai Sianok membuat Ismet
tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Tak menunggu lama, penandatangan kerja
sama atau MoU antara Pemko Bukittinggi, Tifatul Sembiring dan Pemkab Agam akhirnya
dilakukan, karena kawasan Ngarai berada diantara Kota Bukittinggi dan
Kabupaten Agam.
Proyek
pembangunan tahap pertama dilakukan di kawasan Janjang Saribu Koto Gadang Agam,
yang telah dimulai pada Juli 2012 lalu. Untuk Kota Bukittinggi dimulai dari
kawasan Bukit Apit. Sedangkan tahap kedua nantinya, Janjang Saribu akan
dilengkapi dengan pintu gerbang yang megah beserta fasilitas lainnya. Dengan
wajah baru Janjang Saribu ini, diharapkan wisatawan di Kota Bukittinggi dan
Kabupaten Agam terus meningkat tiap tahunnya.
16. Tugu
Pahlawan Tak Dikenal
Tugu Pahlawan Tak Dikenal adalah
sebuah monumen peringatan berupa tugu yang terletak di seberang Taman Monumen Bung Hatta atau
beberapa meter dari Jam Gadang Monumen ini dirancang oleh seniman Huriah Adam. Tugunya berbentuk ornamen lingkaran ular naga yang dibangun di tengah sebuah
bidang bundar yang dihiasi tanaman. Di puncaknya berdiri patung pemuda memegang
semacam pedang. Sebelum tersambar petir, patung ini aslinya digambarkan tengah
memegang bendera.
Pada
sebuah prasasti di sekitar tugu yang ada saat ini tertera: tugu ini dibangun
untuk mengenang perlawanan para pahlawan yang namanya tak bisa dikenali, yang
menjadi korban dalam pergolakan yang terjadi pada Juni 1908 dalam menentang
diberlakukannya sistem pajak oleh Belanda. Namun demikian, monumen ini sebetulnya dibangun sewaktu pemerintah Soekarno untuk
memperingati kemenangan tentara pusat dalam menundukkan PRRI di
Minangkabau. PRRI merupakan sebuah gerakan yang menuntut adanya otonomi daerah
yang lebih luas.
Namun,
gerakan ini justru dianggap sebagai sebuah pemberontakan oleh Soekarno sehingga
diganjar dengan serangkaian operasi militer (pengerahan pasukan militer sewaktu
PRRI ini merupakan yang terbesar yang pernah tercatat di dalam sejarah militer Indonesia). Dengan demikian, menurut sejarawan Suryadi Sunuri monumen ini tak lain adalah "lambang penaklukan tentara pusat
terhadap orang Minang". Keberadaan monumen ini terus dipertahankan sampai
sekarang karena militer Indonesia memegang peran kuat di Sumatera Barat setelah
PRRI berakhir, "dan tentu saja selama Orde Baru tidak ada yang berani mencongkel-congkel monumen ini, tempat dilekatkannya
lambang supremasi (tentara) pusat di Minangkabau".
Monumen
ini dibangun pada tahun 1959, sesudah Bukittinggi diduduki
pasukan Resimen Team Pertempuran (RTP) Brawijaya pada bulan Mei 1958, dan
diresmikan pada tahun 1965. Namun, catatan lain menyebutkan, peletakan batu
pertama monumen ini dilakukan oleh Jenderal Abdul Haris Nasution pada
15 Juni 1963.
17. Wisata Kuliner ( Los Lambuang )
Kalau ke Bukittinggi, tidak lengkap jika tidak berkunjung ke Los
Lambuang. Yakni sebuah kompleks wisata kuliner yang terletak di Pasar Lereng,
kira-kira 200 meter dari Jam Gadang. Pasar Lereng adalah pasar yang terletak
antara Pasar Atas dan Pasar Bawah. Dinamakan lereng, karena posisinya di
penurunan antara kedua pasar tersebut. Lereng dalam bahasa Minang berarti
turun.
Di Los Lambuang ini kita akan menemukan puluhan warung (lapau)
yang menjajakan masakan khas dari Kapau yang dikenal dengan sebutan Nasi Kapau.
Kapau adalah nama sebuah nagari di Kecataman Tilatangkamang, Kab. Agam,
Sumatera Barat. Jaraknya sekitar 5 km dari Kota Bukittinggi. Menu Nasi Kapau
berbeda dengan menu makanan di rumah makan Padang kebanyakan. Racikan bumbunya
lebih rumit dibanding masakan Padang lainnya.
SUMBER REFERENSI
1 komentar:
mantap..
postingan yang berguna..
kunjungi kami bagi anda yang ingin melakukan wisata ke Padang – Bukittinggi
terima kasih
Posting Komentar